menu horizontal

Jawa Tengah

Rumah Adat Jawa Tengah (Joglo) 

 

Rumah Adat Joglo – Jawa Tengah

Rumah Adat Joglo - Jawa Tengah
Rumah adat Joglo jawa tengah merupakan filosofi pertama dari rumah Joglo di provinsi lainnya. Nah, rumah adat Joglo Jawa inilah yang akan dibahas secara rinci pada artikel ini. Oleh karena itu pembahasan akan dibahas setelah 6 rumah adat jawa yang terkenal ini.
Rumah adat Joglo merupakan rumah tradisional yang paling terkenal dari semua rumah di pulau jawa. Rumah adat Joglo ini merupakan rumah tradisional dari Jawa Tengah. Tidak hanya jawa Tengah, namun juga terdapat di Jawa Timur serta Yogyakarta dengan ciri khas masing-masing.
Rumah adat Joglo ini dibangun berdasarkan keyakinan dan filosofi jawa. Nama yang diberikan pada rumah adat ini dikarenakan menyerupai dua gunung. Dua gunung ini disebut juga dengan taJUG LOro (Juglo) yang setelah itu, penyebutannya berkembang menjadi Joglo.
Pembuatan atap yang berbentuk gunung tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai tempat suci atau rumah para dewa. Ciri khas secara umum pada rumah Joglo memiliki pekarangan yang luas serta lapang tanpa di batasi oleh sekat.
Bangunan rumah adat ini memiliki bentuk persegi panjang, memiliki tiga pintu depan dan terdapat juga tiang yang diberi nama Soko Guru atau Saka Guru. Denah pada rumah Joglo ini memiliki bagian-bagian ruangan dengan nama yang unik

 Fungsi Ruangan Rumah Adat Joglo

Pada ruangan rumah Joglo memiliki dua belas tempat dengan nama unik masing-masing. Nama-nama tersebut berupa Pendopo, Pringitan, Emperan, Omah Njero, Senthong Kiwo, Senthong Tengah, Senthong Tengen, Gendhok Kiwo, Gendhok Tengen, Pwon, Pekiwan, dan Seketheng.

1. Pendhapa atau Pendopo

Pendhapa atau Pendopo
Pendhapa atau Pendopo berasal dari kata Andhap yang memiliki arti “rendah”, karena terlihat lebih rendah dari rumah utama. Pendopo merupakan selasar rumah bagian depan yang tidak memiliki dinding, pagar ataupun sekat sehinggga merupakan ruangan terbuka. Ruangan terbuka inilah yang menjadi tempat tiang Soko Guru.
Pendopo ini pada umumnya sering di gunakan sebagai tempat penerimaan tamu. Kadang juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat latihan menari serta kegiatan yang lainnya. Pendopo ini juga menggambarkan falsafah penduduk jawa yang memiliki sifat ramah, terbuka, dan membebaskan/memberikan tempat bagi para tamu.
Keramahan juga terlihat dari tidak adanya kursi dan meja. Melainkan hanya menggunakan lantai yang dilapisi tikar agar suasana lebih santai dan akrab. Sehingga tidak membedakan status penghuni dengan para tamu. Lebih uniknya lagi, pintu rumah depan utama bukanlah dari pendopo ini, melainkan melewati pintu samping.

2. Pringgitan (Selasar Rumah Depan)

Pringgitan (Selasar Rumah Depan)
Pringgitan merupakan ruangan yang menyambung antara pendopo dengan rumah utama/rumah dalam/omah njero.  Pringgitan inilah yang merupakan ruangan ntuk penerimaan tamu atau saudara dekat dalam hubungn kekerabatannya.
Pada umumnya, pendopo dengan pringgitan tidak dibatasi oleh apapun sehingga kita dapat melihat rangan terbuka ini secara leseluruhan. Namun ada juga pringgitan yang diberi sekat atau sketsel dengan pendopo.
Namun pada batas antara omah njero/rumah bagian dalam dengan pringgitan, diberi sekat yang dinamakan gebyok. Masyarakat Jawa dahulu biasanya akan menggunakan pringgitan ini sebagai tempat menghelat pagelaran wayang kulit.
Pagelaran wayang kulit akan dinikmati penonton melalui pendopo, sehingga para penonton dapat leluasa duduk di sana. Oleh karena itu, sekat ini diberi nama Pringgitan yang memiliki kata dasar Ringgit, yang berarti Wayang.
Penggunaan Pringgitan ini menggambarkan falsafah orang jawa sebagai makhluk sosial, budaya, makhluk Tuhan. Karena ruangan ini dahulu pernah dimanfaatkan sebagai tempat upacara atau ruwetan kepada para dewa. Namun seiring berkembangnya agam islam, tempat ini sudah banyak di gunakan sebagai tempat beribadah.

3. Omah Ndalem atau Omah Njero (Rumah Bagian Dalam)

Omah Ndalem atau Omah Njero (Rumah Bagian Dalam)
Omah Ndalem atau Omah Njero ini memiliki arti Rumah Bagian Dalam, kadang disebut juga dengan omah mburi dan dalem ageng. Ruangan ini bisa dikatakan merupakan ruangnan inti/ruang utama dari bangunan rumah joglo ini.
Ruangan ini merupakan ruangan khusus yang digunakan para penhuni untuk bercengkrama dan bersantai bersama keluarga. Omah Njero ini terdiri dari ruang keluarga dan beberapa kamar yang disebut dengan Sethong.
Masayarak jawa dahulu membuat/membangun tiga sethong, yaitu sethong Kiwo, sethong Tengah, dan sethong Tengen. Namaun pada masa sekarang, masyarakat membuat sethong tersebut berdasarkan jumlah anggota keluarga.

4. Senthong Kiwa (Kamar Bagian Kiri)

Senthong Kiwa (Kamar Bagian Kiri)
Sethong Kiwa merupakan kamar yang berada di sebelah kiri omah njero. Sesuai dengan namanya “Kiwa” yang artinya “Kiri” dalam bahasa jawa. Karena sethong kiwa ini berada dekat dengan dapur sehingga digunakan sebagai tempat penyimpanan.
Penyimpanan yang sering dimasukkan ke dalamnya adalah bahan-bahan dapur seperti beras dan bumbu-bumbu dapur. Tak hanya itu, tempat ini juga digunakan untuk menyimpan alat-alat pertanian dan sejenisnya.

5. Senthong Tengah (Kamar Bagian Tengah)

Senthong Tengah (Kamar Bagian Tengah)
Sethong Tengah merupakan kamar yang paling disucikan dan disakralkan oleh pemilik rumah joglo ini. Sethong Tengah ini terletak di bagian tengah sehingga posisi inilah yang membuatnya sangat sakral.
Sethong Tengah ini juga tidak pernah digunakan untuk tidur dan sengaja dikososngkan oleh pemilik rumah tersebut. Biasanya didalamnya terdapat perlengkapan yang digunakan untuk melakukan upacara ritual.
Bagi masyarakat pedesaan dengan status ekonomi rendah, mereka menggunakannya sebagai tempat meja sesaji. Akan tetapi bagi para keturunan bangsawan maupun priyayi, sethong tengah ini diisi tempat tidur kecil lengkap dengan peralatannya seperti bantal, guling, kasur, dan sprei.
Sedangkan para bangsawan dengan status sosisal, mereka memiliki ukuran kamar yang lebih besar. Tempat tidur diberikan kelambu dan diletakkannya sepasang arca pengantin di depan kasurnya.
Sethong tengah ini hampir tidak ada cahaya yang masuk ke dalamnya karena terletak di bagian tengan. Sehingga inilah ciri khas utama dari sethong tengah tersebut. Pemilik rumah akan berdoa disana dalam keadaan gelap gulita, kondisi tersebut dinamakan pati geni.
Sethong tengah ini juga memiliki banyak nama istilah yang digunakan oleh masyarakat setempat. Berikut beberapa istilah yang sering di gunakan :
Krobongan
Krobongan berarti merupakan tempat pembakaran, berasal dari kata “Obong” yang berarti “Bakar”. Istilah tersebut diberikan karena tempat ini sering digunakan oleh pemilik untuk membakar kemenyan, tentu saja untuk melakukan upacara pemujaan kepada leluhurnya (pitra yadnya).
Parsen
Pasren/pepasren/sesaji ini merupakan bentuk dari kata pa-sri-an yang memiliki arti sebagai tempat Dewi Sri. Dewi Sri merupakan Dewi penguasa tanaman padi yang di yakini oleh penduduk terdahulu.
Saat musim panen tiba, seuntai padi yang pertama kali mereka potong akan di letakkan di sethong tengah. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan persembahan kepada Dewi Sri atas rasa syukur hasil panen mereka.
Pedaringan
Pedaringan juga sama seperti parsen. Nama ini berasal dari kata “Daring” yang memiliki arti “Gabah kering”. Istilah itu digunakan karena padi identik dengan Dewi Sri.
Sepen
Sepen merupakan tempat untuk menyepi. Seperti yang kami jelaskan sebelumnya, bahwa ruangan ini juga sering digunakan untuk bermeditasi, berdoa, sembahyang dalam keadaan gelap tanpa cahaya.
Sri
Terlihat dari namanya yaitu Sri, yang dimaksudkan sebagai tempat bertandangnya Dewi Sri. Keberadaan Dewi Sri ini diwujudkan dengan dibuatnya patung Loro Blonyo sebagai simbol kemakmuran.

6. Senthong Tengen (Kamar Bagian Kanan)

Senthong Tengen (Kamar Bagian Kanan)
Sethong Tengen yang berarti kamar berada di sebelah kanan, berasal dari kata bahasa jawa “Tengen” yang berarti “Kanan”. Pada umumnya tempat ini digunakan sebagai ruang tidur khusus yang sangat pribadi bagi pemiliknya.
Sethong Tengen ini berbeda dengan sethong-sethong lainnya. Sethong ini lebih multifungsi karena penduduk jaman dahulu memanfaatkannya sebagai tempat penyimpanan barang berharga.
Bagi masyarakat penduduk menengah ke atas, ruangan ini digunakan untuk menyimpan pakaian adat, perhiasan, keperluan acara seperti dupa dan kemenyan, serta barang pusaka seperti kris dan tombak yang disimpan di dalam lemari.
Untuk masyarakat menengah ke bawah, sethong tengen ini hanya digunakan sebagai tempat tidur orang tua saja.

7. Gandhok Kiwo dan Tengen (Ruang Depan Kiri dan Kanan)

Gandhok adalah ruanagn yang digunakan sebagai tempat tidur keluarga dan tempat menginap para tamu. Gandhok ini terletak di bagain kanan dan kiri Pringgitan. Bentuk gandhok ini memanjang serta posisinya berpisah dari bangunan utama/rumah utama.
Gandhok terdiri dari gandhok Kiwo dan Tengen. Gandhok Kiwo/kiri digunakan sebagai ruang tidur para laki-laki. Sedangkan Gandhok Tengen digunakan untuk ruang tidur perempuan. Akan tetapi ada kalanya Gandhok ini digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan makanan.

8. Pawon (Dapur)

Pawon (Dapur)
Pawon merupakan kata dari bahasa jawa yang artinya “Dapur”. Pawon ini terletak berpisah dari rumah inti, karena rumah inti di anggap suci dan sakral. Berbeda dengan pawon/dapur yang di dalamnya sangat kotor.
Pada jaman dahulu, proses memasak yang dilakukan hanya menggunakan kayu bakar sebagai sumber bahan bakan. Sehingga dapur ini identik dengan banyaknya abu yang berkumpul disana. Oleh karena itu, pawon ini berasal dari kata dasar awu yang berarti abu.

9. Pekiwan (Kamar Mandi dan Toilet)

Pekiwan (Kamar Mandi dan Toilet)
Pekiwan merupakan sebuah kamar mandi dan toilet bagi para penghuninya. Di pekiwan tersebut, ada sumur didekatnya untuk mengambil air. Pekiwan ini juga berpisah dari rumah inti karena diangga sebagai tempat yang kotor dan bau.

10. Seketheng (Pagar Rumah)

Seketheng (Pagar Rumah)
Seketheng merupakan dinding pembatas yang terbuat dari batu bata dan memiliki dua gerbang kecil. seketheng ini digunakan sebagai penghubung halaman luar dan dalam rumah, yang sering kita sebut dengan pagar rumah.
Umumnya rumah Joglo ini dibangun dengan kayu jati yang sangat berkualitas. Sehingga bangunan tersebut tidak mudah roboh dan sangat awet, akan tetapi juga sangat mahal. Oleh karena itu, rumah Joglo ini biasanya hanya di bangun oleh masyarakat kalangan atas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar